Jakarta, 23 Januari 2020 – Hari ini Transparency International kembali merilis Corruption Perception Index (CPI) yang ke-24 untuk tahun pengukuran 2019. CPI 2019 mengacu pada 13 survei dan penilaian ahli untuk mengukur korupsi sektor publik di 180 negara dan teritori. Penilaian CPI didasarkan pada skor. Skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.

 

Lebih dari 2/3 negara yang disurvei berada di bawah skor 50 dengan skor rata-rata global 43. Sedangkan di ASEAN rerata skor CPI berada di 46. Sejak 2015, rerata skor CPI secara global mengalami stagnasi di angka 43. Sehingga pada CPI 2019 ini dengan jelas mengungkapkan bahwa terjadi dekadensi/kemerosotan dalam upaya pemberantasan korupsi oleh sebagian besar negara.

 

“Lebih dari dua pertiga negara mengalami stagnasi skor CPI 2019 ini, atau menunjukkan tanda-tanda kemunduran dalam upaya anti-korupsi mereka. Hal sama juga terjadi di negara-negara anggota G7. Negara dengan ekonomi maju juga mengalami stagnasi.”, menurut Delia Rubio, Ketua Transparency International di Berlin. Empat negara G7 mendapat skor lebih rendah dari tahun lalu: Kanada (-4), Prancis (-3), Inggris (-3) dan AS (-2). Jerman dan Jepang tidak mengalami peningkatan, sementara Italia naik satu poin.

 

Indonesia sejak pertama kali CPI diluncurkan tahun 1995 selalu menjadi negara yang menjadi penilaian. “CPI Indonesia tahun 2019 berada di skor 40/100 dan berada di peringkat 85 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini meningkat 2 poin dari tahun 2018 lalu. Hal ini menjadi penanda bahwa perjuangan bersama melawan korupsi yang dilakukan oleh Pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi, lembaga keuangan dan bisnis serta masyarakat sipil menunjukkan upaya positif.” ungkap Wawan Suyatmiko, peneliti Transparency International Indonesia.

 

Terdapat empat sumber data yang menyumbang kenaikan CPI Indonesia di tahun 2019. Yakni Political Risk Service, IMD World Competitiveness Yearbook, Political and Economy Risk Consultancy dan World Justice Project – Rule of Law Index. Sementara itu, empat dari sembilan indeks mengalami stagnasi, yakni Global Insight Country Risk Ratings, Bertelsmann Foundation Transformation Index, Economist Intelligence Unit Country Ratings dan Varieties of Democracy. Sedangkan satu mengalami penurunan World Economic Forum EOS.

 

“Peningkatan terbesar dikontribusikan oleh IMD World Competitiveness Yearbook dengan peningkatan sebesar sepuluh poin dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini dipicu oleh penegakan hukum yang tegas kepada pelaku suap dan korupsi dalam sistem politik. Sedangkan penurunan empat poin dikontribusikan pada World Economic Forum EOS. Penurunan skor ini dipicu oleh masih maraknya suap dan pembayaran ekstra pada proses ekspor-impor, pelayanan publik, pembayaran pajak tahunan, proses perizinan dan kontrak.” tambah Wawan.

 

Menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia, Dadang Trisasongko, dapat dilihat bahwa selain upaya perbaikan sistem kemudahan berbisnis, peningkatkan efektivitas dari CPI 2019 penegakan hukum terhadap praktik korupsi politik juga bisa secara signifikan meningkatkan skor CPI Indonesia. Namun tugas berat pembenahan sistem masih harus dituntaskan ke depan, yaitu bagaimana memutus relasi koruptif antara pejabat negara, pelayan publik, penegak hukum dan pebisnis.

 

“Jika ini berhasil dilakukan, kami percaya kondisi itu akan memberikan kontribusi paling besar dalam mengurangi korupsi. Di sisi lain, pembenahan lembaga-lembaga politik harus dilakukan secara sungguh-sungguh. Partai politik harus menunjukkan komitmennya untuk mendukung prinsip persamaan di depan hukum dalam hal penegakan hukum Tipikor dan menghindari langkah-langkah yang justru mempromosikan impunitas bagi para koruptor. Dalam waktu bersamaan, penguatan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menjadi agenda utama dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.” imbuh Dadang.

 

Untuk membuat kemajuan nyata melawan korupsi dan menciptakan iklim politik yang berintegritas, Transparency International bersama Transparency International Indonesia menyerukan kepada:

 

1. Presiden dan Pemerintah

  • Memperkuat integritas lembaga-lembaga yang bertanggungjawab pada pelayanan publik, pengawasan internal dan penegakan hukum (kepolisian, kejaksaan, lembaga pemasyarakatan).
  • Menutup kesenjangan antara regulasi dengan praktik penegakan hukum antikorupsi.
  • Mendukung dan melindungi masyarakat sipil dan media yang bebas dari tekanan dan ancaman pada pengungkapan korupsi.
  • Memperkuat dan menjadikan KPK independen dalam menjalankan fungsi penegakan hukum pemberantasan korupsi

 

2. DPR dan Partai Politik

  • menciptakan politik dan demokrasi yang bermartabat.DPR, Parpol dan politisi harus menempatkan dirinya bukan sebagai beban dalam pemberantasan korupsi dan justru menjadi bagian penting dalam menjalankan semua agenda antikorupsi untuk
  • mengembangkan dan mendorong penguatan regulasi anti korupsi yang lebih progresif.Mendukung sepenuhnya upaya pemberantasan korupsi secara politik, dengan mengurungkan segala kebijakan legislasi yang tidak berpihak pada penguatan gerakan antikorupsi dan sebaliknya harus aktif
  • Partai juga dituntut untuk membenahi tata kelolanya agar organisasinya tidak menjadi kendaraan bagi para politisi korup. Perlu dipastikan agar seluruh fungsionaris dan kadernya
  • Partai politik terbuka dalam pelaporan pembiayaan politiknya, terutama setelah Pemilu serentak 2019 lalu dan juga menghadapi Pilkada serentak 2020

 

3. Komisi Pemberantasan Korupsi

  • pengaruh dari kepentingan politik tertentu yang justru akan melemahkan agenda pemberantasan korupsi.Seluruh elemen organisasi di KPK diharapkan menjaga independensinya dengan menjunjung tinggi etik dan integritasnya. Penegakan etik dan integritas dilakukan dengan tidak membuka jalan bagi masuknya
  • KPK harus memperkuat kapasitas dan kelembagaan dalam pencegahan dan penegakan hukum antikorupsi yang didukung penuh oleh semua elemen.
  • Menjadi trigger mechanism dalam melakukan koordinasi dan supervisi kepada aparat penegak hukum lain
  • Meningkatkan perannya sebagai koordinator sekretariat Strategi Nasional Pencegahan Korupsi sebagai bagian dari upaya penguatan upaya pencegahan korupsi di Indonesia.

 

4. Kalangan Swasta

  • Terus mengembangkan sistem antikorupsi secara internal dan menerapkan sistem kepatuhan pada sistem antikorupsi tersebut dengan menerapkan standar bisnis yang bersih, berintegritas dan antikorupsi.
  • Menghindarkan diri dari kemungkinan praktik pendanaan politik yang tidak akuntabel dalam konteks Pilkada serentak tahun 2020.

 

5. Masyarakat sipil dan Media

  • Secara aktif memperjuangkan jaminan kebebasan politik (hak atas informasi publik, hak untuk berpartisipasi dan hak untuk berekspresi).
  • penganggaran pembangunan, pengadaan barang dan jasa pemerintah, perizinan usaha dan kuota perdagangan.Secara aktif melakukan pengawasan terhadap proses-proses regulasi dan pembuatan kebijakan publik, khususnya yang terkait dengan pengalokasian sumber daya publik, misalnya di proses perencanaan dan 
  • Melakukan pendidikan anti korupsi untuk masyarakat luas dan mempromosikan upaya pencegahan korupsi yang dilakukan di berbagai bidang.

 

 

Gambar IPK 2019 di Negara-Negara Anggota ASEAN (sumber: transparency international Indonesia)

 

 

 

Narahubung
Wawan Suyatmiko (Peneliti TI Indonesia) – 0812 1339 4576

https://ti.or.id/cpi-2019-korupsi-dan-pentingnya-integritas-politik/